Pernah ga sih kita ngrasa dikejar-kejar banget sama waktu. Uhm...lebih tepatnya bukan dikejar waktu, tapi diri kita sendiri yang ngerasa kita dikejar waktu. semua orang pasti udah tahu kalau waktu itu gak bakal bisa terulang kembali, makanya banyak orang yang berusaha sebisa mungkin untuk menikmati setiap detik dalam hidupnya, memanfaatkan setiap kesempatan yang ada.
Pernah ada temen gue yang ngomong ke gue "nikmatin aja waktu loe, jangan pernah berhenti berharap di setiap detik yang loe punya. Semua bakal indah pada masanya. Gak usah deh maksa-maksain kalau emang belum waktunya. Semua ada waktunya sendiri". Ada benernya juga sih omongan dia, setiap manusia itu punya cerita masing-masing dan peran masing-masing. Tergantung gimana kita bisa menjalaninya.
Tiap cerita emang punya skenario masing-masing, tokoh masing-masing dan waktu selesainya masing-masing. Kita gak pernah bisa maksain sutradara atau penulis untuk buru-buru ngerampungin cerita mereka kan? Yang ada paling tidak kita bisa menikmati jalan cerita itu hingga selesai dengan sendirinya.
Every story has its own time to be finished. Cerita yang endingnya dipaksakan mesti gak bagus dan nyebelin. Tapi cerita yang terlalu diulur-ulur juga bakal jadi cerita yang super ngebosenin. Kalau cerita tentang hidup kita??
Sudah ada yang mengatur, Maha Sutradara, Alloh SWT. Kita itu punya lakon sendiri (kata sokib gue), jalan cerita sendiri dan waktu sendiri-sendiri untuk mengakhiri cerita kita, tapiiii...menurut gue nih ya... walau kita punya ending sendiri, gak ada salahnya juga kita ikut berkontribusi untuk menjadi asisten Sang Sutradara. Menjalani hidup dengan penuh ikhtiar, usaha, sabar yang terpenting doa. Paling tidak kita memiliki kisah yang gak akan pernah kita sesali. ^__^. Dengan tetap berada di jalan Alloh, , ,
WELCOME TO MY WORLD
Baca, Bayangkan dan Jangan Dihayati Dalam-dalam
Senin, 29 Juli 2013
Sabtu, 20 Juli 2013
CERMIN Woooyyy...
Mematut diri di depan cermin yang teramat besar.
Melihat sesosok gadis yang terpantul di cermin dengan balutan jilbab warna
abu-abu.
“Apakah kau memang menciptakanku seperti ini agar aku
selalu bersyukur padaMu, Ya Gusti Pangeran?. Aku tak secantik teman-temanku,
namun aku berharap kau menciptakan hati yang cantik untukku, menciptakan aku
sebagai pribadi yang baik”
Refleksi diri
Pernahkah kita sejenak mematut diri kita kita di depan
cermin dan melakukan introspeksi terhadap diri kita? Apa yang ada di cermin itu
hanya refleksi bayangan diri kita secara fisik. Hati, sesuatu yang ada di dalam
sanalah yang merefleksikan diri kita sebenarnya. Mata, merefleksikan apa yang
kita sebenarnya ucapkan. Tingkah laku, merefleksikan kepribadian (terkadang).
Namun, pada beberapa orang, mereka dengan sempurna
mampu menutupi tingkah laku mereka yang sebenarnya. Baik di depan dan buruk di
belakang. Ketahuilah, semakin lama, apa yang ditutupi itu akan semakin terlihat
nantinya. Cobalah untuk menjadi pribadi yang apa adanya, jujur dalam bertutur
kata dan baik dalam bertingkah laku. “itu terlalu lugu namanya”. LUGU??
Mampulah untuk membedakan antara LUGU dan JUJUR, bukankah perbedannya cukup
jauh. Ada kalanya kita perlu menutupi sesuatu yang tidak patut untuk
di”publikasikan”, namun tidak berarti pula kita harus menjadi sosok yang selalu
jujur.
Introspeksi itu hal yang sangat mudah sebenarnya, yang
sulit itu adalah memunculkan kemauan untuk memperbaiki kesalahan dan menutupi
kekurangan yang tidak sepatutnya. Jadi, cobalah untuk mematut diri di depan
cermin, sebelum tidur, kalau tidak ada cermin ingatlah apa yang sudah dilakukan
hari ini, apakah ada hal yang tidak baik yang terjadi, apakah hari ini telah
menyakiti orang lain, atau apakah hari ini Anda telah membuang wajtu percuma
dan tidak menghasilkan apapun.
Insya Allah, Anda bisa menjadi pribadi yang lebih
baik.
Keep Your Mind Wide Open
Pernah gak sih, Anda sekalian bertemu dengan orang
selalu berpikiran sempit dan selalu berpikiran negative terhadap semua hal yang
terjadi pada dirinya maupun orang lain. Atau mungkin Anda salah satunya?
Hehehehe….maaf jiika ada yang tidak tersinggung, tidak ada maksud :D
Saya pernah bertemu dengan orang seperti itu, bahkan
saya sempat di..uhm..istilahnya diapakan ya..mungkin sedikit di su’udzoni.
Ya,,, istilah itu mungkin lebih tepat. Bukan maksud mau menjelekkan dia atau
bagaimana, karena saya sebenarnya juga tidak terlalu mengenal dia. Hanya
beberapa kali kita berinteraksi.
Banyak hal yang bisa saya pelajari dari pertemuan
singkat saya dengan dia. Dia hampir setiap waktu mengeluh tentang apa yang
menimpa dirinya. Dia selalu mengambil satu sudut pandang, ya dari dirinya
sendiri. Dari situ saya belajar untuk tidak terlalu mengeluh, karena saya tahu,
itu adalah salah satu jalan cerita Tuhan yang harus saya perankan.
Kemudian, diwaktu yang berbeda saya bertemu dengan
orang yang selalu saja ber’negatif’ thinking dengan segala hal. Awalnya saya
juga pernah seperti itu, tapi setekah bertemu dengan oran itu, saya tahu bahwa
bernegatif thinking akan membawa dampak negative juga pada diri kita
sendiri. Dan ya..tak lama kemudian, apa
yang selalu di’negative’ thinking kan oleh dirinya berimbas pada dirinya
sendiri. Menyedihkan, tapi juga kasihan. Tak ada salahnya kita bernegative
thinking, tapi bukankah akan lebih baik jika kita berpositive thinking setelah
bernegatif thinking (bahasane ribet men to. -___-). Ya..jika kita mampu
berpositive thinking, maka Insya Alloh, hal-hal yang positive juga akan datang
pada kita.
Nah, yang satu orang lagi ini, pikirannya
sempiiiiiiiiiiiiiiiitttttttttttttt buangeeetttt…. Gimana enggak,
sedikit-sedikit dia menyimpulkan A, atau menyimpulkan B. Tapi apa?? Dia hanya
bisa stuck di tempat karena pikirannya sempit. Dia gak pernah mau mendengarkan
nasihat yang sebenarnya baik buat dia, semua dia simpulkan sendiri tanpa pikir
panjang, jangankan pikir panjang, kalau menurut dia Daun yang jatuh karena
angin adalah takdir, ya sudah maka itu takdir. Tak sedkitpun ia berpikir bahwa
angin yang menggugurkan daun juga ada alasannya, supaya daun yang baru dapat
tumbuh kembali, atau supaya para pejalan kaki melihat dengan senang banyak daun
yang berguguran dengan indahnya. (apa ini apaaaaa).
Mengeluh, negative thinking, dan berpikiran sempit/
dangkal. Apa untungnya bagi kita sih punya hal-hal itu dalam diri kita, gak
ada, sama sekali gak ada. Mengeluh akan membuat kita lupa bersyukur, negative
thinking membawa dampak negative pada diri kita, dan berpikiran sempit hanya
akan kita membuat percaya pada hal yang itu-itu saja, gak ada perkembangan pada
cara berpikir kita, dan yang lebih parah, kita akan sulit menjadi dewasa.
Cerita ketiga diatas, sebenarnya pengantar yang tidak jelas hehehehe… namun,
saya hanya ingin menyampaikan bahwa ketiga sifat itu tak ubahnya penyakit hati
yang mesti dihindari, yang hanya akan membuat kita tidak bisa berprasangka baik
pada Alloh. Bayangkan, berprasangka baik pada Alloh saja tidak mampu apalagi
sama diri sendiri dan orang-orang sekitar.
Yaaa….semoga tulisan ini bermanfaat, saya hanya ingin
melepaskan apa yang ada dikepala saya, keburu kebawa angin, entar malah hilang
entah kemana. ^_^
Rabu, 17 Juli 2013
Sudah Tidak (Lagi) Sejalan
Mereka berada di sebuah persimpangan (lagi). Mereka tak tahu jalan mana lagi harus mereka ambil, mereka sama-sama sudah jenuh jika harus mengambil jalan yang sama. Kali ini mereka harus kembali berpisah di sebuah persimpangan. Mereka tak pernah tahu kapan akan ada ujung yang akan mempertemukan ujung persimpangan, atau bahkan akan lebih banyak lagi persimpangan di depan sana dan harus dihadapi seorang diri.
Berpisah
Mereka lebih memilih untuk, mengambil jalan masing-masing. Jalan yang sebenarnya berat untuk mereka tempuh seorang diri, namun apa dikata, memang inilah akhirnya.
Sekarang, mereka sibuk menikmati perjalanan seorang diri, terkadang bertemu dengan sahabat yang menjadi tempat untuk hati beristirahat.
Bosan
Sesekali ada sesuatu yang mengusik hati merekauntuk kembali ke persimpangan dimana mereka berpisah. Hanya saja, ketika mereka berbalik arah, mereka teringat akan sepatah kata yang diucapkan salah satunya "kita gak bisa lagi berjalan bersama, aku rasa kita memang harus berpisah, jika memang benar adanya, hati ini pasti akan menemukan jalannya untuk kembali".
Berhenti
Mereka memilih berhenti untuk berjalan, setidaknya itu karena mereka merasakan lelah yang amat sangat. Lelah akan perjalanan yang dilakukan sendiri, tanpa ada orang lain mengiringi. Dan pada saat yang sama, mereka berhenti. Berhenti untuk melangkah dan memilih duduk di sebuah bongkahan batu, merenungkan apa yang membuat mereka lebih memilih untuk berjalan sendiri. "Ini membosankan, andai dia ada di sampingku" ujar salah satu dari mereka.
Saat ini yang mereka lakukan masing-masing adalah, merenungkan kesalahan mereka, dan mengistirahatkan yang sudah lelah, yang hampir koyak karena menahan rasa amarah yang sedikit membuncah. Mengapa harus ada persimpangan? Dan mengapa persimpangan itu sangatlah melelahkan.
Langganan:
Postingan (Atom)