Betapa keterlaluannya daya ingatku kali ini. Benar-benar hebat. Kalian tahu mengapa? Karena aku masih mengingat hal yang sudah setahun lebih berlalu. Umumnya, orang akan mudah lupa jika hal ini sangat sepele. Oke, baiklah.. mungkin bagi kalian ini sepele, tapi bagiku, entah mengapa ini sangat berarti.
Hujan dan lapangan basket
Orang pintar dan mencari aman pasti tidak akan pernah mau bermain basket di tengah lapangan saat langit menangis dengan kencangnya. Mereka memilih untuk mencari tempat berteduh yang aman. Namun aku berbeda. Awalnya aku juga cari aman, tidak mau terserang penyakit murahan bernama flu atau pilek. Namun, kulihat beberapa dari mereka memberanikan diri untuk bermain di tengah air mata langit. Sepertinya mengasyikkan. Ku jejakkan kakiku di lapangan basah, badanku terasa tertusuk-tusuk. Sebenarnya ini air atau hujan paku.
Salah satu dari mereka menarikku ke tengah lapangan. Mengajakku berlarian dan menengadahkan wajah ke langit. Batinku berteriak "Wahai langit, mandikan aku dengan air matamu. Buaialah aku dalam dekap angin lembutmu." Kemudian aku berlari bersama mereka, mengejar bola yang tak tentu arah. Kaki tak beralas sudah tidak bisa merasakan sakit. Yang dirasakan hanya pijakan lapangan beton yang basah oleh hujan. Waktu itu aku bahagia sekali. Dan aku melihatmu...
Kulihat kau duduk termangu di depan teras kelas. Kita hanya saling pandang dan kemudian berlalu. Aku terlalu asyik bersama dengan teman-temanku tanpa mempedulikanmu. Kulihat lagi ke arahmu, kau masih tak mengalihkan pandanganmu dariku. Aku hanya tersipu. Nampaknya aku mulai lelah. Begitupun dengan mereka. Kulangkahkan kaki ke arahmu, kau masih menatapku tanpa jeda hingga aku duduk di sampingmu. Basah kuyup. Kau masih tak mengalihkan pandanganmu. Masih tertuju padaku. Diam..tanpa sepatah katapun keluar dari mulutmu maupun aku. Lama....hingga yang lain beranjak pulang dan meninggalkan kita. Berdua. Hanya berdua.
Langit belum berhenti menangis, dan tangisnya semakin menjadi. Kurasakan hangat tanganku dalam genggaman tanganmu. Kau tahu aku kedinginan, kau tahu langit telah membuatku basah. Satu kalimat yang terucap dari mulutmu akhirnya kau lontarkan "Jangan pergi. Jangan pernah pergi dariku." Aku hanya bisa terdiam membisu. Kau tahu bahwa aku tak bisa lebih lama lagi di sini. Terbatas waktu. Aku hanya bisa mengatakan "Aku tetap harus pergi. Maaf."
Airmata langit semakin membasahi lapangan. Titik air yang tersisa di ring secara berimara jatuh. Hanya derai hujan yang terdengar. Kita masih membisu. Hanya hati masing-masing yang berbicara. Entah mengapa saat itu aku bisa membaca hatimu, berkata "Aku akan menunggu."
Jika memang hatimu berbicara begitu, suatu saat nanti.Nanti, bila aku kembali duduk di teras kelas, menatap lapangan basket yang basah karena air mata langit, apa aku juga akan menemukanmu disana? Atau apakah kau yang lebih dulu duduk di sana?
Hujan...Lapangan basket...Kamu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar