Pagi tadi sih niatnya saya mau telpon mama, tapi berhubung mama sedang ke pasar, jadi yang mengangkat papa saya. Jadi kurang lebih begini isi percakapan saya dengan papa:
Papa : Mamamu lagi ke pasar nduk. Kamu kapan ujiane?
Aku : Hari Jumat ini Pa, tapi Meta belum sempet ketemu ibunya kemarin, jadi hari ini Meta mau ngampus lagi.
Papa :Sopo dosen pengujimu nduk?
Aku : (terdiam, air mata tak terasa jatuh di pipi, aku mencoba menahan diri agar nada bicaraku tetap stabil) Itu pa, dosen yang kata anak-anak paling sulit, paling pelit dan sebagainya. Dan parahnya katanya lama banget kalau bimbing.
Papa : Kamu itu jangan berpikiran ke sana dulu.
Aku : Tapi pa, semua itu emang bener. Mahasiswa bimbingan beliau saja lama kok, belum rampung-rampung.
Papa : Nduk, dengerin papa, setiap dosen itu punya cara mereka sendiri. Mau mahasiswanya dipersulit, dipermudah, pasti ada pelajaran yang diambil.Entah pada saat awal ataupun akhir. Jangan membayangkan hal-hal yang belum tentu akan terjadi juga sama kamu nduk. Percaya, yakin.
Aku : (saya tak tahan lagi dan membiarkan telepon genggam saya basah, mungkin papa tahu, karena suaraku mulai bergetar) Itu gara-gara temen-temenku yang pas ditawarin dapet itu pada nolak. Makanya jadi kena ke aku. Aku juga gak bisa ganti, gara-gara alasan bu kaprodi 'ini pemerataan, yang lain udah banyak, cuma beliau yang masih jarang, belum nguji'
Papa : Jangan gitu nduk. Kamu harusnya bangga, bisa dan berani buat ujian sama ibunya yang kata temen-temenmu itu susah, angel opolah, yang ditolak temenmu buat jadi dosen penguji. Yang penting kamu itu percaya. Kamu tahu ibunya maunya gimana, turuti saja, jalani saja. Kamu pasti bisa nduk. Bicara sama ibuknya baik-baik. Ora popo nduk. Nek kudu masang rai gedeg yo dipasang (gak apa nduk, kalau harus pasang muka tebal ya pasang saja).
Aku : Iya pa, Meta bakal berusaha sebaik mungkin.
Papa : Sudah jalani saja, PD saja. Bangga saja, karena kamu mendapatkan jalan yang lebih buat lulus, harus melewati perjuangan yang kaya gini. Gak apa nduk. Kamu bakal punya kebanggaan sendiri, cerita sendiri. Semua pasti baik-baik saja. Kamu bisa ya nduk. Hari ini ngampus?
Aku: Iya, pa. Mau ketemu ibunya, kan tadi Meta sudah bilang mau ketemu ibunya.
Papa: Ya sudah, dibicarakan baik-baik. Eling nduk, aja njaluk macem-macem, turuti wae. Aja ngatur ibuke. (Ingat nduk, jangan minta macam-macam. Turuti saja apa maunya. Gak usah ngatur-ngatur)
Aku : Iya Pa. Mohon doanya.
Papa : Mesti nduk (Pasti nduk)
Sebenarnya selama telpon tadi, saya hanya bisa menggigit bibir bawah saya. Menahan tangis. Betapa hebat ayah saya. Ada beberapa pembicaraan yang tidak saya sebutkan di sana. Ini soal ketika papa bicara untuk mengusahakan wisuda Oktober. Saya hanya bisa meng-iya-kan semua yang beliau bicarakan. Saya tak sanggup berkata panjang lebar lagi. Sesak. Setelah telepon saya akhiri. Tangisan saya menjadi-jadi. Saya tidak tahu, harus bagaimana ketika papa saya masih menginginkan saya untuk wisuda oktober dengan keadaan yang seperti ini. Semua yang saya butuhkan hanyalah keajaiban dari Allah. Saya hanya bisa terlihat cengeng di sini, sendiri. Tapi ada satu kalimat dari papa saya, walau beliau menginginkan saya untuk wisuda okteober "yang penting kamu sudah sampai tahap ini. Ujian dulu. Jangan berpikiran yang macam-macam sebelum kamu tahu dan menjalaninya. Jangan pedulikan kata mereka yang menganggap kamu "beruntung" (lebih pantas disebut sial). Banggalah dengan apa yang ada sekarang nduk."
Well. yang saya bingungkan sekarang adalah, ketika saya berangkat ke kampus nanti, apakah saya bisa menutupi jika saya habis menangis, dari kemarin hingga pagi ini. -____-"
belive or not, aku juga ikut nangis met baca beberapa postinganmu. Ah, betapa emang Allah mau menaikkan derajatmu di pertambahan usiamu ini
BalasHapuswow..kmu nangis ha'a..ah aku jadi terharu... ehm,,, mungkin udah saatnya aku belajar jadi lebih dewasa dengan ini..lebih menghargai hidup. tapi kalau dipikir2 banyak banget pelajaran yg bs aku ambil dari sini...dan salah satunya..menjadi lebih kuat,sabar dan tegar
BalasHapus